AYAM LOKAL
Bagi masyarakat Indonesia, ayam lokal sudah bukan hal asing. Walau saat ini ayam lokal di kota-kota besar sudah jarang terlihat berkeliaran bebas, bukan berarti keberadaannya punah. Di pinggiran kota masih banyak orang memelihara ayam lokal.Ayam lokal mempunyai nilai gizi yang baik. Selain itu juga mempunyai rasa yang lebih khas dan nikmat dibanding dengan jenis ayam pedaging maupun petelur. Serat yang liat dan kenyal menjadi ciri utamaya. Bahkan setiap lebaran ayam kampung identik dengan berbagai macam masakan.
Ayam lokal mempunyai keistimewaan dibanding yang lain, di antaranya : Ayam lokal lebih tahan terhadap penyakit dan mudah menyesuaikan dengan cuaca di Indonesia. Selain itu pakan yang diperoleh pun mudah, bahkan bisa dipelihara ala kadarnya. Tujuan utama orang memelihara ayam kampung adalah untuk diambil telur, daging, dan untuk dikembangbiakkan.
Peluang usaha pengolahan karkas ayam lokal, terutama untuk pasar modern dan rumah makan. Pasar menyerap telur ayam lokal juga cukup luas. Saat ini, mudah sekali menemukan telur ayam lokal dijual di pasar modern dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga telur ayam ras. Sayangnya, fakta yang ada menunjukkan hingga saat ini produksi ayam lokal pedaging maupun ayam lokal petelur di berbagai daerah belum mampu memenuhi permintaan pasar. Terlebih, pada saat tertentu seperti hari raya, permintaan ayam lokal bisa melonjak beberapa kali lipat sehingga terjadi ketimpangan yang sangat tajam antara pemasokan dan permintaan. Tidak heran jika pada saat seperti pada hari raya harga satu ekor ayam lokal bisa mencapai hingga ratusan ribu rupiah.
Kondisi ini menggambarkan besarnya peluang yang diraih dari budidaya ayam lokal, baik pedaging mapun petelur. Terlebih, jika menggunakan sistem semi-intensif atau intensif serta memperhatikan faktor-faktor budidaya yang baik sehingga hasil yang didapatkan bisa optimal. Satu hal yang cukup penting, ayam lokal merupakan komoditas peternakan yang konsumsinya tidak bersifat musiman. Bahkan bisa dikatakan tren demand semakin meningkat. Hal tersebut merupakan peluang bagi pelaku agribisnis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produksi ayam lokal guna memenuhi permintaan pasar.
Namun, mengingat preferensi konsumen ayam lokal yang sangat spesifik dan potensi genetik yang tidak mampu menyamai produktivitas ayam ras, maka tujuan pengembangan unggas lokal bukan untuk mengganti 100% produksi yang berasal dari ayam ras. Sehingga ayam lokal tidak bisa menggantikan ayam ras namun saling melengkapi untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Dengan kata lain, penyediaan dan permintaan dapat diseimbangkan dalam rangka menjaga kestabilan harga yang akhirnya dapat memberikan keuntungan yang memadai bagi masyarakat yang bergerak di bidang agribisnis ayam lokal.
Unggas lokal akan lebih berperan dalam pembangunan peternakan di masa depan, khususnya dalam pemenuhan protein hewani. Kecenderungan peningkatan kontribusi daging unggas dari 20% (1970) menjadi 65% (2008) dan diantaranya 16,3% dari unggas lokal. Hal ini disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan meningkatnya industri perunggasan nasional. Fakta empirik sensus pertanian BPS tahun 2003 bahwa 100% RTP yang memelihara unggas, 98,5% nya memelihara unggas lokal. Pola konsumsi masyarakat terus berubah ke arah pangan organikdan sehat.
Pengembangan ayam lokal sampai saat ini masih terdapat banyak hambatan. Ketersediaan bibit yang belum mencukupi dari aspek kualitas dan kuantitas, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pakan lokal, kurangnya modal usaha dan terbatasnya akses kepada kelembagaan keuangan menjadikan usaha beternak ini tarik ulur. Tak hanya itu, tingkat kepemilikan yang masih di bawah skala ekonomis (<300 ekor induk/peternak), juga belum terbentuknya lembaga atau kelompok peternak yang merata di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam perkembangan ayam ras semua kegiatan mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen hampir semuanya difasilitasi oleh swasta, tetapi di dalam usaha ayam lokal ini belum banyak yang melakukannya sebagaimana ayam ras. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan. Peran pemerintah dalam pengembangan ayam lokal dengan membuat program pengembangan usaha unggas lokal skala ekonomi yang berwawasan agribisnis pada kawasan/sentra produksi yang dilakukan secara terintegrasi yakni Village Poultry Farming (VPF), Zoning, Pemukiman, Pengembangan Unggas Lokal (PUL) dan Sarjana Membangun Sarjana (SMD). Meli.
Sumber : poultryindonesia.com
Bagi masyarakat Indonesia, ayam lokal sudah bukan hal asing. Walau saat ini ayam lokal di kota-kota besar sudah jarang terlihat berkeliaran bebas, bukan berarti keberadaannya punah. Di pinggiran kota masih banyak orang memelihara ayam lokal.Ayam lokal mempunyai nilai gizi yang baik. Selain itu juga mempunyai rasa yang lebih khas dan nikmat dibanding dengan jenis ayam pedaging maupun petelur. Serat yang liat dan kenyal menjadi ciri utamaya. Bahkan setiap lebaran ayam kampung identik dengan berbagai macam masakan.
Ayam lokal mempunyai keistimewaan dibanding yang lain, di antaranya : Ayam lokal lebih tahan terhadap penyakit dan mudah menyesuaikan dengan cuaca di Indonesia. Selain itu pakan yang diperoleh pun mudah, bahkan bisa dipelihara ala kadarnya. Tujuan utama orang memelihara ayam kampung adalah untuk diambil telur, daging, dan untuk dikembangbiakkan.
Peluang usaha pengolahan karkas ayam lokal, terutama untuk pasar modern dan rumah makan. Pasar menyerap telur ayam lokal juga cukup luas. Saat ini, mudah sekali menemukan telur ayam lokal dijual di pasar modern dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga telur ayam ras. Sayangnya, fakta yang ada menunjukkan hingga saat ini produksi ayam lokal pedaging maupun ayam lokal petelur di berbagai daerah belum mampu memenuhi permintaan pasar. Terlebih, pada saat tertentu seperti hari raya, permintaan ayam lokal bisa melonjak beberapa kali lipat sehingga terjadi ketimpangan yang sangat tajam antara pemasokan dan permintaan. Tidak heran jika pada saat seperti pada hari raya harga satu ekor ayam lokal bisa mencapai hingga ratusan ribu rupiah.
Kondisi ini menggambarkan besarnya peluang yang diraih dari budidaya ayam lokal, baik pedaging mapun petelur. Terlebih, jika menggunakan sistem semi-intensif atau intensif serta memperhatikan faktor-faktor budidaya yang baik sehingga hasil yang didapatkan bisa optimal. Satu hal yang cukup penting, ayam lokal merupakan komoditas peternakan yang konsumsinya tidak bersifat musiman. Bahkan bisa dikatakan tren demand semakin meningkat. Hal tersebut merupakan peluang bagi pelaku agribisnis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produksi ayam lokal guna memenuhi permintaan pasar.
Namun, mengingat preferensi konsumen ayam lokal yang sangat spesifik dan potensi genetik yang tidak mampu menyamai produktivitas ayam ras, maka tujuan pengembangan unggas lokal bukan untuk mengganti 100% produksi yang berasal dari ayam ras. Sehingga ayam lokal tidak bisa menggantikan ayam ras namun saling melengkapi untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Dengan kata lain, penyediaan dan permintaan dapat diseimbangkan dalam rangka menjaga kestabilan harga yang akhirnya dapat memberikan keuntungan yang memadai bagi masyarakat yang bergerak di bidang agribisnis ayam lokal.
Unggas lokal akan lebih berperan dalam pembangunan peternakan di masa depan, khususnya dalam pemenuhan protein hewani. Kecenderungan peningkatan kontribusi daging unggas dari 20% (1970) menjadi 65% (2008) dan diantaranya 16,3% dari unggas lokal. Hal ini disebabkan semakin tingginya produksi daging unggas sejalan meningkatnya industri perunggasan nasional. Fakta empirik sensus pertanian BPS tahun 2003 bahwa 100% RTP yang memelihara unggas, 98,5% nya memelihara unggas lokal. Pola konsumsi masyarakat terus berubah ke arah pangan organikdan sehat.
Pengembangan ayam lokal sampai saat ini masih terdapat banyak hambatan. Ketersediaan bibit yang belum mencukupi dari aspek kualitas dan kuantitas, belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pakan lokal, kurangnya modal usaha dan terbatasnya akses kepada kelembagaan keuangan menjadikan usaha beternak ini tarik ulur. Tak hanya itu, tingkat kepemilikan yang masih di bawah skala ekonomis (<300 ekor induk/peternak), juga belum terbentuknya lembaga atau kelompok peternak yang merata di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam perkembangan ayam ras semua kegiatan mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen hampir semuanya difasilitasi oleh swasta, tetapi di dalam usaha ayam lokal ini belum banyak yang melakukannya sebagaimana ayam ras. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan. Peran pemerintah dalam pengembangan ayam lokal dengan membuat program pengembangan usaha unggas lokal skala ekonomi yang berwawasan agribisnis pada kawasan/sentra produksi yang dilakukan secara terintegrasi yakni Village Poultry Farming (VPF), Zoning, Pemukiman, Pengembangan Unggas Lokal (PUL) dan Sarjana Membangun Sarjana (SMD). Meli.
Sumber : poultryindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar